Madura Dibawah Kuasa Mataram

FN Fikri

Post%2BWeb%2B2
Ekspansi Meliter Mataram ke Madura

Pada pertengahan kedua abad ke-16 Kesultanan Demak yang mempunyai pengaruh dihampir sebagian pulau Jawa hancur menjadi beberapa wilayah kerajaan merdeka. Pada pergantian abad ke-17 tiga dari kerajaan yang merdeka tersebut kemudian muncul sebagai kekuatan terkemuka di tanah Jawa, diantaranya Kesultanan Banten di Jawa bagian barat, Kesultanan Mataram di pedalaman Jawa bagian tengah, dan Kadipaten Surabaya di pesisir Jawa bagaian timur.

Kasultanan Mataram konon merupakan pewaris tahta tanah Jawa yang sah kemudian mengkonsolidasi kekuatan baru dengan menyatukan kerajaan lain seperti Pajang, Demak, Madiun, dan Kediri.  Tak seperti beberapa  kerajaan lainnya yang telah disatukan dalam kuasanya, Kerajaan Banten di bagian barat gagal ditaklukkan. 

Sukar menaklukkan Banten, Sang Raja pada akhirnya merubah haluan  ekspansi kekuasaannya ke wilayah timur Jawa, yakni Kadipaten Surabaya dan para sekutunya, salah satu diantaranya  Madura. Di Pulau ini terdapat beberapa kerajaan kecil antara lain kerajaan Madura, Aresbaya, Balega, Sampang, Pamekasan dan Sumenep.

Pasca wilayah tuban dapat ditaklukkan oleh para pasukan Mataram, posisi Kadipaten Surabaya dan kerajaan – kerajaan di Madura menjadi terancam.

Dalam buku Puncak Kekuasaan Mataram tercatat bahwa pasukan Mataram berusaha menyerang Surabaya selama empat tahun-tahun berturut-turut (1620-1624). Dari seluruh serangan yang dilakukan belum sepenuhnya berhasil karena pusat kekuasaan Kadipaten Surabaya masih kuat dan bertahan disokong oleh bantuan pasukan dari Madura, meskipun wilayah sekitarnya, seperti Sukadana, Gresik dan Jortan telah jatuh ke pihak Mataram.

Atas gagalnya menguasai Surabaya, Raja Mataram memerintahkan Adipati Sujanapura untuk menyerang Madura. Serangan pertama terjadi pada  tanggal 1 Juli 1624. Pada saat peristiwa ini terjadi pasukan Madura yang siap tempur  diperkirakan berjumlah puluhan ribu orang, namun ternyata tak semuanya menyerang pasukan Mataram karena salah satu kerajaan terkuat di Sampang, menyerah begitu saja, sehingga  lima dari tujuh kerajaan di pulau inipun menyatakan takluk, semua penduduk lari kepedalaman kota. Hanya Pamekasan dan Sumenep yang masih bertahan dalam pertempuran yang tidak seimbang.

Namun tanpa diduga, para penduduk yang melarikan diri baik  laki-laki dan perempuan pada akhirnya  menyerang balik pasukan Mataram. Dalam Serat Kandha dan Catatan Belanda diceritakan bahwa kejadian ini telah mengakibatkan kekalahan dikedua belah pihak. Para panglima dan pembesar Mataram tewas berikut juga Adipati Pamekasan-pun mengalami nasib yang sama. Dari kejadian ini, Raja Mataram tidak berputus asa, bahkan dalam serangan kedua ia memperkuat kekuatannya di Madura dengan mengirimkan delapan puluh ribu pasukan. Ekspedisi kedua ini dipimpin oleh Tumenggung Wiraguna.

Awal agustus 1624 seluruh wilayah Madura berhasil ditaklukkan. Ribuan pasukan Madura kemudian ditawan dan dipindahkan ke Gresik dan Jortan, sedangkan para pembesar Madura yang selamat  diminta ke Mataram untuk menghadap sang Raja. Atas jatuhnya Madura ke Mataram, posisi Kadipaten Surabaya-pun kian terancam.

Takluknya keluarga Bangsawan Madura

Pasca jatuhnya kerajaan-kerajaan di Madura kedalam kekuasaan Mataram, para penguasa yang masih hidup diminta untuk menghadap Susuhunan Agung. Nasib para pembesar Madura nyaris berakhir tragis, banyak diantara mereka tewas dibunuh dan hanya beberapa yang selamat dan kemudian diberikan tempat untuk mengabdi di lingkungan ibu kota kerajaan. Beberapa tahun setelah semua wilayah berangsur kondusif, selanjutnya putra-putra bangsawan Madura yang telah didik di Mataram diberi jabatan untuk kembali berkuasa di tanah kelahirannya, Madura. 

Raden Prasena 
adalah salah seorang bangsawan Madura yang selamat dalam serangan pasukan Mataram ke Madura.  Raden Prasena merupakan putra dari Pangeran Tengah, Cucu dari Panembahan Pratanu, Penguasa Madura Barat yang berpusat di Arosbaya. 

Dikisahkan ketika terjadi serangan tersebut, para bangsawan di Madura banyak yang melarikan diri. Pangeran Mas, Paman Raden Prasena melarikan diri ke Giri, Adipati Blega dibawa paksa ke ibu kota Mataram namun ditengah perjalanan, di dekat Jorang Jero beliau dibunuh. 

Raden Prasena yang masih belia dibawa oleh Juru Kiting. Di ibu kota istana Mataram beliau dididik oleh Pangeran Santa Merta hingga kemudian diangkat menjadi anak emas Sultan Agung. Ketika dewasa, beliau diangkat menjadi penguasa seluruh Madura dengan gelar Cakraningrat.

Raden Bugan 
adalah salah seorang putra bangsawan dari Sumenep. Dikisahkan dalam perjalanannya menghadap Mataram, di desa Palakaran Sampang rombongan dari keluarga bangsawan Sumenep ini (Pangeran Sumenep, Pangeran Ellor II dan Pangeran Cakranegara) dihadang oleh sekumpulan orang dan diserang. 

Dalam serangan yang berlangsung selama dua hari mengakibatkan banyak anggota rombongan dari pembesar Sumenep tewas. Raden Bugan yang masih anak-anak kemudian dibawa secara diam-diam oleh pengasuhnya. Di ibu kota Mataram  beliau diasuh dan dididik oleh seorang Kiai. 

Sebagai pengganti penguasa yang  terbunuh, untuk sementara waktu Sultan Agung menunjuk Mas Angga Dipa dari Jepara sebagai wakil Mataram di Sumenep. Ketika diangkat sebagai Bupati beliau dianugrahi gelar Tumenggung dan beberapa tahun kemudian dinaikkan gelarnya menjadi Pangeran. 

Baca Juga:

Bagikan:

Tags

Tinggalkan komentar

Maaf anda tidak bisa menyalin konten ini. Silahkan share saja.