Ini dia daftar orang penting dibalik berdirinya Pabrik Garam Kalianget

Sumenep Tempo Dulu

Suasana Pabrik Garam di Kalianget sekitar tahun 1910 – RMA
Suasana Pabrik Garam di Kalianget sekitar tahun 1910 – RMA

Selama berabad-abad lamanya garam merupakan komoditas yang aktif diperdagangkan di seluruh dunia. Hal tersebut sangat wajar, karena garam bukan hanya untuk dikonsumsi, melainkan juga untuk kepentingan industri terutama pengawetan ikan.

Abad ke-17, garam mulai menunjukkan tajinya di dunia perdagangan Nusantara. Garam menjadi komoditas utama selain beras dan tembakau di Pulau Jawa.

Antony Reid dalam buku Asia Tenggara dalam Kurun Niaga, mengatakan bahwa sejak dulu wilayah pesisir Jawa Timur sudah dikenal sebagai wilayah penghasil garam dengan mutu baik. Melalui pelabuhan-pelabuhan di antara Jawa dan Surabaya, garam yang berasal dari Madura didistribusikan ke seluruh wilayah Nusantara .

Melihat perdagangan garam yang mulai menunjukkan potensi, VOC mulai tertarik untuk ikut masuk dalam perdagangan garam.

Baca Juga : Mencicipi Sejarah Garam di seluruh Dunia

Sadar karena tak punya sumber daya yang mumpuni dibidang tata kelola garam dan terbatasnya keuangan, kongsi dagang asal Belanda itu kemudian mengeluarkan sistem yang dikenal dengan istilah lisensi pajak.

VOC menunjuk pihak ketiga yang umumnya para pedagang Tionghoa. Mereka diberi keleluasaan untuk berinteraksi dengan para petani garam sekaligus mengatur pola penjualannya.

Sekalipun VOC mendapat keuntungan dari penjualan garam, namun besaran nilainya tak seberapa dibanding perdagangan komoditas lainnya. Kendala terbesar, banyak pemborong yang tidak memenuhi isi kontrak. Selain itu penyelundupan juga makin masif dilakukan, mulai dari tingkat petani hingga pemegang lisensi.

Menuju Era Modernisasi

Kala Hindia Belanda jatuh ketangan kekuasaan Inggris, pemerintah berupaya sekuat tenaga memberantas penyelewengan dalam dunia perdagangan garam. Mereka membuat berbagai macam peraturan dan mengenalkan sistem monopoli garam.

Sistem ini terus dipertahankan sejak Pemerintah Inggris meninggalkan Hindia Belanda pada tahun 1816. Sejak saat itu pengelolaan garam dilakukan secara terpusat dan diawasi langsung oleh Pemerintah.

Untuk meminimalisir aksi penyelundupan yang terus terjadi,  tahun 1870 pemerintah kemudian menetapkan Pulau Madura sebagai satu-satunya daerah produsen Garam di wilayah Hindia Belanda.

Meski berbagai usaha kerap dilakukan agar pendapatan penjualan terus naik secara signifikan, pemerintah  mengganggap masih banyak kekurangan, terutama hal-hal yang menyangkut sistem pendistribusian.

Pemerintah menganggap bahwa pengemasan yang dilakukan kurang efektif dan efisien. Hitungan berat garam yang tak menentu sering kali menjadi celah bagi setiap orang untuk berbuat curang. Selain itu garam curah yang dijual sering kali tercecer  sehingga menimbulkan banyak kerugian di pihak pemerintah.

Keponakan Karl Marx, H.E.B. Schmalhausen yang juga seorang mantan Asisten Residen di Purbalingga menyarankan agar pemerintah mengemas garam dalam bentuk kemasan.  Dengan begitu garam mudah dijual dibanyak tempat dan masyarakat tidak harus membelinya dalam jumlah yang besar. Sehingga harga jualnya dapat dikontrol.

Tahun 1890 diluncurkanlah sebuah kompetisi untuk mewujudkan ide tersebut. Tuan Carl Von Balzberg diumumkan sebagai pemenang. Ia mengusulkan garam briket yang sudah diolah agar sebaiknya dikemas dalam sebuah kertas khusus yang terbuat dari kulit dan karton. Atas idenya itu, pemerintah mengganjarnya dengan hadiah sebesar 10 ribu gulden.

Saran dari warga kota Isch, Austria itu kemudian ditindak lanjuti oleh  seorang insinyur sipil T.J. Van Buuren dan doktor matematika dan fisika, K.H. Mertens yang saat itu menjabat sebagai direktur sekaligus guru H.B.S. Surabaya.

J.H Bergsma yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koloni akhirnya menugaskan Van Buuren untuk belajar pembuatan briket garam di Ischl dan juga memberinya kesempatan untuk mengunjungi pabrik mesin di Austria dan Jerman.

Sembari menunggu kepulangan Van Buuren ke Hindia-Belanda, pada tahun 1897 Menteri Bergsma membuat sebuah keputusan penting. Ia menggelontorkan dana sebesar 200 ribu gulden untuk pembangunan Pabrik Briket Garam percontohan di Kalianget. Pabrik tersebut selesai pada bulan Januari 1899.

Untuk pertama kalinya, garam-garam dari tanah Madura diproses dan dikemas kedalam bentuk yang baru. Kristal putih itu dipres kedalam bentuk briket menggunakan dua buah mesin yang didatangkan langsung dari Pabrik Breitfeld, Danek and Co. di Praha.

Baca Juga:

Bagikan:

Tinggalkan komentar

Maaf anda tidak bisa menyalin konten ini. Silahkan share saja.