Membentang Sejarah Kemunculan Kereta Api Di Madura

FN Fikri

Ilustrasi Stasiun Sumenep / fnfikr
Ilustrasi Stasiun Sumenep / fnfikr

Industrialisasi yang merambah seluruh kawasan di Hindia – Belanda pada awal abad ke-18 telah membawa perubahan besar dalam kehidupan masyarakat, baik dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Dalam waktu yang relatif singkat, pabrik – pabrik milik pengusaha Eropa muncul diberbagai daerah. Laju perpindahan penduduk dari ke kota satu ke kota lainnya meningkat seiring dengan hadirnya moda transportasi kereta api.

Dikutip dari situs web PT. KAI, dunia perkeretaapian di Indonesia bermula dari kota Semarang, Jawa tengah. Moda transportasi tersebut dibangun oleh perusahaan Nederlandsche – Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) setelah mendapat restu dari Gubernur Jendral Hindia Belanda Mr. L.A.J Baron Sloet van de Beele.

Jalur yang dibuka pertama kali adalah lajur Semarang-Vorstenlanden (Solo-Yogyakarta). Selama kurun waktu delapan tahun, perusahaan Belanda itu telah berhasil menghubungkan berbagai kota-kota penting di Jawa tengah dengan Batavia. Kesuksesan NISM, kemudian memicu pengusaha – pengusaha swasta lainnya, bahkan pemerintah kolonial untuk berinvestasi di industri perkeretaapian.

Tahun 1875 misalnya, pemerintah Kolonial secara resmi mengumumkan pendirian Staatsspoorwegen Nederlandsch-Indië (SS). Tak berlangsung lama, perusahaan kereta api lainnya bermunculan, seperti Semarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS), Oost Java Stoomtram Maatschappij (OJS), hingga Madoera Stoomtram Maatschappij (MSM).

KERETA API DI MADURA

Mengutip laporan Arsip Perusahaan Madoera Stoomtram Maatschappij tahun 1897-1973,  sebenarnya desas – desus pembangunan jalur kereta api di Madura sudah muncul sejak tahun 1884. Namun, karena beberapa investor belum bisa memenuhi berbagai persyaratan yang diajukan oleh pemerintah, akhirnya rencana tersebut ditangguhkan.

Dua belas tahun kemudian, seorang mantan administrator Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij, E.M. Collard, mencoba mengajukan kembali permohonan konsesi pembangunan jalur kereta api di Madura kepada Gubernemen. Tak berlangsung lama, ijin tersebut kemudian diterbitkan oleh pemerintah.

Tahun 1897, surat keputusan serupa datang dari Kerajaan Belanda yang mengukuhkan pendirian Madoera Stoomtram Maatschappij (MSM). Untuk memaksimalkan kinerja perusahaan, para pemegang saham menunjuk seorang direktur yang berkedudukan di Amsterdam dan seorang Administrator lokal di Madura. Dibawah manajemen Mr. Tromp, perusahaan tersebut secara bertahap mulai membangun jaringan rel di Madura.

Dilansir dari surat kabar Java Boede yang terbit pada tahun 1897, pembangunan dan pengoprasian jalur trem uap di Madura sebenarnya didasarkan pada hasil penelitian pribadi Mr. Dijkstra yang menjabat sebagai sebagai komisaris di perusahaan tersebut. Ia dianggap sebagai tokoh yang mumpuni mengenal kondisi pulau Madura secara utuh.

Dalam rilisnya, MSM secara terus terang mengungkap alasan-alasannya menggarap jalur kereta api di Pulau Madura.  Pertama, karena besarnya mobilitas penduduk Madura ke daerah-daerah perkebunan di Timur Jawa terutama pada musim-musim panen. Hal tersebut nampak dari tingginya nilai pajak kendaraan yang diperoleh pemerintah kolonial dibandingkan berbagai daerah yang ada di Jawa.

Kedua, karena besarnya nilai ekspor barang yang dikirim keluar Madura, seperti binatang ternak, ikan dan juga garam. Komoditas-komoditas tersebut secara teraratur dikirim ke berbagai daerah terutama Jawa bagian timur menggunakan perahu-perahu milik penduduk lokal.

Komoditas yang disebut terakhir, mempunyai posisi yang istimewa di mata pemerintah kolonial. Sejak diterapkannya aturan monopoli garam, pemerintah secara konsisten mencoba berbagai macam cara untuk memperbaiki sistem pendistribusian garam yang efektif dan efisien, hingga akhirnya muncul rencana untuk membangun pabrik garam modern yang terintegrasi.

Ide tersebut kemudian disambut dengan tangan terbuka oleh MSM. Perusahaan transportasi itu sangat berkeinginan untuk terlibat penuh dalam sistem pendistribusiannya. Mr. Tromp, sang direktur terus mencari celah agar mendapatkan kontrak pengangkutan garam.

Baca juga : Daftar orang penting dibalik berdirinya Pabrik Garam Kalianget 

Sayangnya keinginan MSM itu tak semulus rel yang dibentangkan. MSM harus puas dengan keputusan pemerintah yang juga memberikan hak pengangkutan garam kepada pengusaha-pengusaha Tionghoa.

Selama berpuluh-puluh tahun, perusahaan kereta api itu harus berjibaku menghidupi dirinya sendiri agar loko-loko uap yang dimilikinya tetap hidup meski berbagai persoalan kerap terjadi di internal perusahaan.

Krisis Malaise yang melanda Hindia-Belanda pada tahun 1930an, tampaknya menjadi pukulan sulit bagi MSM. Kondisi perekonomian Hindia-Belanda mengalami kemerosotan yang tajam. Masyarakat pengguna kereta api di Madura terutama dari Sumenep berkurang signifikan.

Perusahaan Garam Pemerintah mengalami kemunduran yang luar biasa. Akibat krisis yang terjadi, Perusahaan garam terpaksa menata kembali kontrak-kontrak dengan MSM. Puncaknya, pada tahun 1940 jalur kereta Kalianget – Pamekasan akhirnya ditutup.

 

Baca Juga:

Bagikan:

Tinggalkan komentar

Maaf anda tidak bisa menyalin konten ini. Silahkan share saja.