Begini Rupa, Perkembangan Arsitektur Kolonial Di Sumenep

FN Fikri

Kediaman Asisten Residen Sumenep sekitar tahun 1900 yang mengadopsi Gaya Arsitektur Indis - KITLV
Kediaman Asisten Residen Sumenep sekitar tahun 1900 yang mengadopsi Gaya Arsitektur Indis - KITLV

Tak dapat dipungkiri, sejak wilayah-wilayah di kepulauan Nusantara interaksi  dengan orang-orang Asing, kebudayaan masyarakat setempat turut terpengaruh dengan budaya-budaya yang baru, termasuk dalam hal rancang bangun kota dan rumah tinggal.

Tak sedikit kala itu, terutama para pelaksana pembangunan menggabungkan pengetahuan tempat asalnya dengan tempat yang baru disinggahinya.

Keduanya saling memberikan pengaruh satu sama lain hingga dapat menciptakan bentuk bangunan yang nyaman, adaptif dengan lingkungannya, serta estetik.

Pada masa penjajahan Belanda, sadar atau tidak, seluruh wilayah yang ada dibawah pemerintahan Kolonial mengalami pengaruh budaya barat yang sangat masif.

PERKEMBANGAN BENTUK ARSITEKTUR KOLONIAL DI SUMENEP.

Sebagai bekas wilayah koloni Belanda, Puluhan Kota dan Kabupaten di Indonesia kini banyak mewarisi bangunan lawas.

Beragam bentuk dan gaya arsitektur bangunan dapat dengan mudah ditemukan dipusat-pusat kota pemerintahan tingkat Kabupaten, Kecamatan bahkan Desa.

Handinoto dalam buku Arsitektur dan Kota-Kota di Jawa pada masa Kolonial (2012) mengungkapkan setidaknya secara garis besar ada tiga periode perkembangan arsitektur yang berlangsung kala itu, antara lain gaya arsitektur indis, gaya transisi , dan gaya arsitektur kolonial modern.

Perkembangan  tersebut banyak diterapkan oleh para perancangnya dalam membangun bangunan pemerintahan, perkantoran bahkan rumah tinggal. Tersebar di kota – kota besar hingga ke daerah-daerah kabupaten seperti halnya di Sumenep.

1. Awal mula : Gaya Arsitektur Indis / Model landhuis  ( Abad 18 – 19 )

Djoko Soekiman dalam bukunya Kebudayaan Indis dari zaman kompeni hingga revolusi mengatakan, bahwa Gaya Arsitektur ini sebenarnya dipelopori oleh para pejabat Pemerintah Kolonial yang membangun rumah tinggalnya dengan medadukan gaya arsitektur Belanda dan tradisional setempat khususnya Jawa.

Denys Lombard dalam Nusa Jawa Silang Budaya, Batas-Batas Pembaratan (2018) mengungkapkan jika gaya arsitektur landhuis pertama kali muncul dari lukisan Van de Wall dengan judul karyanya yaitu “kediaman-kediaman tua di Batavia”.

Menurut asal Perancis tersebut, munculnya lukisan tersebut turut mengilhami perancang bangunan semasanya untuk mengembangkan model serupa terutama saat pembangunan Weltevreden oleh Gubernur Jenderal Daendels.

Ciri-ciri bangunan gaya landhuis  dirangkum dari beberapa sumber antara lain, denah ruanganya simetris,terdapat hiasan atau pilar bergaya  klasik Yunani serta memisahkan bangunan service seperti dapur, kamar mandi, dan kamar pembantu  dengan bangunan utama.

Tak hanya itu, kadang pula rumah ini juga memiliki pavilion dibagian depan yang difungsikan sebagai kamar tamu ataupun juga sebagai ruang kerja. Yang paling mencolok, bangunan landhuis acap kali dilengkapi dengan kebun atau taman-taman kecil disekelilingnya.

2. Periode Transisi ( 1890 – 1915 )

Penemuan baru dalam teknologi bangunan serta perubahan sosial  turut mendorong perubahan dalam berasitektur. Masyarakat hindia terutama para tuan dan nyonya yang didominasi oleh orang kulit putih sangat merespon perubahan yang sedang berlangsung.

Berkembangnya kota karena munculnya unit usaha-usaha baru serta meningkatnya ekonomi membuat renovasi bangunan tak dapat terelakan dan berlangsung massif. Material baru yang lebih estektik dan mudah didapat mulai diterapkan pada bangunan.

Dimasa yang cukup singkat ini, para perangcang bangunan, juga sudah mulai berani keluar dari pakem lama yang sudah mengakar. Rupa bangunan yang seluma simetris, mulai diotak-atik namun masih estetik.

Meski demikian, penataan ruangannya tetap sama, kamar tidur berjajar dihubungkan dengan lorong panjang. Kamar mandi, dapur, bahkan kamar asisten rumah tangga tetap dipisah dari bangunan utama.

3. Gaya Arsitektur Modern ( 1915 – 1940 )

Lahirnya arsitektur kolonial modern di Hindia-Belanda tak dapat dilepaskan oleh kedatangan arsitek-arsitek belanda yang telah menempuh pendidikan di Negara asalnya.

Karya-karya yang dirancang kadang lahir dari ketidakpusan arsitek dengan perkembangan gaya  arsitektur yang lahir sebelumnya yaitu gaya Indis Empire Style, yang sebenarnya tak dikenal di Prancis, bahkan Belanda sekalipun.

Saat awal kelahiranya di Hindia Belanda, Arsitek Belanda yang sebenarnya masih menggabungkan unsur-unsur perancangan bangunan lama, karena berbagai alasan terutama kondisi cuaca Hindia yang tropis. Namun lambat laun, seiiring dengan munculnya gerakan-gerakan baru dari luar, lambat laun tampilan bangunan lebih sangat modern dan klimis.

Pada periode ini, ciri-ciri bangunan yang mecolok nampak pada wajah bangunan yang klimis, lebih bersih. Sekalipun ada ornamen, namun tampilannya lebih geometris.

Denah atau penataan ruangannya juga lebih bervariasi sesuai kreatifitas sang arsitek dan teras keliling bangunan sudah tidak digunakan lagi. Konstruksi beton juga sudah mulai digunakan, dimana sebelumnya material ini tak banyak dikenal.

Baca Juga:

Bagikan:

Tinggalkan komentar

Maaf anda tidak bisa menyalin konten ini. Silahkan share saja.