Kata kerkhoff merupakan bahasa Belanda, yang tediri dari gabungan dua suku kata yakni kata kerk yang berarti gereja dan hoff yang berarti halaman. Sudah menjadi tradisi orang Belanda kuno yang mayoritas beragama kristen, menguburkan keluarganya di samping gereja. Lambat laun, kata kerkhoff lumrah menjadi sebutan untuk komplek kuburan atau permakaman.
Di Sumenep pemakaman orang – orang Belanda berlokasi di desa Marengan, tak jauh dari permukiman mereka dan juga Benteng. Lahan makamnya dikelilingi oleh parit. Dan kini kondisinya sangat menghawatirkan. Banyak struktur dan bangunan makam yang kondisi rusak bahkan hancur.
Dari hasil identifikasi TIM STEDU selama beberapa tahun, terdapat dua jenis bentuk makam di Kerkhoff Kertasada. Bentuk makam pertama berupa makam dengan batur tinggi yang di atasnya terdapat berbagai bentuk macam profil, dan juga patung-patung. Dan jenis kedua adalah makam berbentuk persegi, sederhana, dimana biasanya dibagian atasnya terdapat identitas orang yang dimakamkan. Dari sekitar 40 puluhan struktur dan bangunan makam yang ada, hanya dua makam yang dapat diketahui nama pemiliknya, diantaranya makam dari Dirk van Duyne dan keluarga Lindeman.
Hancurnya kondisi makam sudah berlangsung cukup lama, yakni sejak orang-orang Eropa yang pernah tinggal di Sumenep kembali ke negara asalnya. Menurut cerita masyarakat setempat, tahun 1960-1970an marak terjadi penjarahan benda – benda yang melekat pada bangunan makam. Marmer hingga patung – patung yang terbuat dari logam di rusak, dicongkel, lalu dijual ke pengepul-pengepul benda antik di luar kota.
Pasca kejadian tersebut, makam-makam yang dulunya asri karena bentuk-bentuknya yang unik, perlahan tidak terurus. Terlebih lagi banyak anak cucu dari keturunan orang-orang Belanda yang pernah menetap di Sumenep itu lambat laun tak lagi intens berziarah mengunjungi para makam leluhurnya.
Bertolak dari masa lalu, kini kondisinya membuat yang melihat merasa pilu, kerusakan kerkhof Kertasada terancam digerus waktu.
