Nama Rara Istiati Wulandari seketika mencuat ke permukaan publik, menjadi obrolan warganet hingga berhari-hari. Isu yang diperbincangkan cukup beragam, mulai dari sisi spiritual hingga media yang digunakan, yang dianggap tidak mencerminkan budaya Nusantara.
Seperti cuitan Roy Suryo dalam akun twitternya saat menanggapi podcast #closethedoor Deddy Corbuzier beberapa hari lalu. Pakar telematika itu menanyakan kepada para khalayak, letak kearifan lokal pada medium yang dipakai Rara saat menghalau hujan.
Dalam wawancara tersebut, Rara memang sempat mengungkapkan bahwa medium yang dipakai saat acara Moto GP saat itu. Beberapa diantaranya ada benda-benda yang cukup asing di mata masyarakat pada umumnya, seperti dupa hio khas Tionghoa dan singing bowl khas Tibet.
Pemakaian medium dalam ritual menghalau hujan sebenarnya bukanlah satu hal yang baru. Sejak dulu kala masyarakat di berbagai daerah banyak memakai bahan rempah-rempah dan benda-benda lainnya yang dianggap magi.
Di Madura ritual tangkal hujan dalam praktiknya juga sama, banyak yang mengunakan bahan rempah-rempah. Seperti cabai, bawang, sapu lidi, kemenyan dan garam. Mirip-mirip dengan daerah lainnya di Nusantara.
Media tersebut umumnya akan dimanfaatkan sesuai dengan kondisi cuaca kala itu. Jika hujan belum turun, sang pawang akan menggunakan cabai dan bawang yang ditusukkan ke sapu lidi, lalu meletakkannya di tengah-tengah halaman tanpa terhalang benda apapun. Berbeda jika hujan kadung turun, maka kemenyan dan garam menyadi pilihan media ritual.
KERIS SEBAGAI MEDIA TANGKAL HUJAN
Jika umumnya masyarakat di berbagai daerah banyak menggunakan rempah, namun agak sedikit berbeda dengan sebagian masyarakat di Sumenep. Keris yang sejak dulu dipercaya punya nilai magi, juga dimanfaatkan untuk menangkal hujan.
Seperti yang disampaikan oleh Rizal, peserta diskusi Fetival Kultur Sumenep tahun 2021 lalu. Ia mengatakan pernah melihat kakeknya menempatkan sebilah keris ditengah halaman saat hujan, tak lama, hujan yang turun di daerahnya kemudian berangsur–angsur reda.
Ika Arista, mpu keris wanita dari Desa Aeng tongtong juga menambahkan, bahwa kejadian tersebut benar adanya. Percaya atau tidak, keris juga memiliki kekuatan untuk menangkal hujan. Bahkan tanpa menghadirkan bendanyapun dilokasi acara, hanya dengan mengetahui titik koordinat, hujan dapat dicegah.
“Dari sini kita dapat melihat bahwa pawang hujan juga telah beradaptasi dengan dunia modern, tanpa lagi membuka baju, bakar kemenyan, dan membaca mantra-mantra”. Tuturnya
Disamping itu, ia menambahkan bahwa kejadian yang sering kali dianggap gaib dan sakti tersebut sebenarnya berasal dari energi yang dihasilkan dari benda-benda tersebut. Ia percaya bahwa setiap benda ataupun mahluk yang diciptakan oleh tuhan memiliki energi.
“Benda-benda yang dianggap magi sebenarnya tak lepas dari energi-energi baik yang mengelilingnya”. imbuhnya