Merentang sejarah panjang Bandara Trunojoyo di ujung timur Pulau Madura

FN Fikri

Bandara Trunojoyo sesaat setelah diresmikan oleh Gubenur Jawa Timur R.P. Mohammad Noer tanggal 9 Januari 1976 - PERPUSNAS
Bandara Trunojoyo sesaat setelah diresmikan oleh Gubenur Jawa Timur R.P. Mohammad Noer tanggal 9 Januari 1976 - PERPUSNAS

Sepuluh hari terakhir bulan Ramadan menjadi hari spesial bagi masyarakat Sumenep. Pasalnya untuk yang ketiga kalinya Presiden Joko Widodo berkenan datang kembali lagi ke Bumi Arya Wiraraja untuk meresmikan terminal baru Bandar Udara Trunojoyo.

Dalam sambutannya, Presiden Jokowi  berharap dengan hadirnya bandara tersebut dapat membuka konektivitas antar pulau di sekitar Madura serta dapat membuka peluang munculnya pusat-pusat ekenomi baru.

Berdirinya bandara Trunojoyo di ujung timur Madura sebenarnya tak lepas dari gagasan Abdul Karim, salah seorang pendiri Flying School di Surabaya. Saat pertemuannya dengan bupati Sumenep pada tahun 1975, ia memaparkan buah pikirannya itu terkait pentingnya membangun lapangan terbang di Sumenep. Bak gayung bersambut, Bupati Soemar’oem merestui. Tak butuh waktu lama, atas bantuan rekan-rekannya ia mencoba memulai merealisasikan idenya.

Bapak Kawi dan Abdul Kadir menjadi orang penting dibalik berdirinya lapangan udara Trunojoyo.  Noevil Delta dalam bukunya yang berjudul Sumenep Menyimpan Segudang Cerita mengungkapkan, kala itu Bapak Kawi bertugas untuk mempersiapkan lahan dan Abdul Kadir sebagai penyadang dana untuk pembangunan landasan pacu.

Dimasa masa awal pembangunannya, fasilitas yang ada masih serba terbatas.  Panjang lintasan pesawat hanya berukuran  850 meter dengan lebar 23 meter. Meski demikian pembangunan awal lapangan terbang satu-satunya di Pulau Madura itu terbilang sukses.

Terbukti beberapa saat setelah diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur, RP. Moehammad Noer pada bulan Januari 1976, Maskapai Merpati Nusantara Airline dapat mendarat dengan mulus di bandara Trunojoyo. Tak hanya itu Tahun 1979 untuk pertama kalinya dalam sejarah Sumenep, 17 orang calon Jemaah haji diberangkatkan dari bandara ini menuju Bandara Juanda Surabaya sebelum akhirnya lepas landas ke tanah suci.

Sayang karena terbatasnya sumber daya manusia dibidang aviasi dan minimnya fasiltas pendukung, Lapangan terbang tersebut hanya aktif dalam rentang waktu yang cukup singkat. Dari tahun 1980 hingga tahun 2010 bandara tersebut mati suri. Selama tiga puluh tahun nyaris tak pernah ada aktifitas di lokasi tersebut. Hanya sesekali lokasi itu disinggahi oleh pesawat udara berbaling-baling besar yang membawa rombongan pejabat Negara.

Reaktifitas menuju Era baru

Reformasi 1998 memberikan angin segar bagi banyak pihak. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan keleluasaan bagi daerah untuk mengatur pemerintahannya sendiri dimanfaatkan dengan baik oleh Pemda Sumenep.  Aktivasi Bandara Trunojoyo kembali diwacanakan. Respon positif dari masyarakat ditindaklajuti dengan membangun kantor baru pada tahun 2001. Tujuannya tak lain untuk memantik masuknya penerbangan perintis  ke wilayah Sumenep.

Namun usaha meyakinkan maskapai penerbangan terbilang tak mudah. Selain itu segudang aturan terkait penerbangan menjadi tantangan tersendiri. Meski pada tahun-tahun itu belum membuahkan hasil, semangat menghidupkan transportasi udara di langit Sumenep tak pernah pudar.

Tahun 2007 dapat dikatakan sebagai titik awal pembangunan bandara yang representatif. Melalui Badan Perencanaan Daerah, pemerintah mulai merancang master plan pengembangan jangka panjang. Hingga akhirnya sejak tahun 2008, pemerintah pusat  secara konsisten memberikan bantuan dana dan tenaga  untuk mempercepat aktivasi bandara.

Usaha keras itu rupanya tak sia-sia. Sejak tahun 2010, bandara yang belokasi di Marengan itu akhirnya dapat hidup kembali. Pesawat latih dan beberapa pesawat komersil nasional kini dapat berlalu lalang menghiasi bumantara Sumenep.

Baca Juga:

Bagikan:

Tinggalkan komentar

Maaf anda tidak bisa menyalin konten ini. Silahkan share saja.