Pemandangan unik itu terjadi saat Negara Indonesia sedang dalam kondisi genting, saat Sumenep masih menjadi bagian dari Negara Madura. Seorang koresponden dari Surat Kabar De Heerenveensche koerier melaporkan, bahwa kegiatan unik tersebut terjadi pada pertengahan tahun 1949.
Tradisi yang sudah berlangsung secara turun temurun itu diselenggarakan pasca imam masjid setempat mengumumkan awal permulaan bulan Puasa. Kabar tersebut ia sampaikan setelah dua orang saksi dengan keyakinannya melihat sinar bulan sesaat matahari tenggelam diufuk barat.
Keesokan harinya sejak matahari terbit, ribuan orang dari desa berduyun-duyun ke kota guna menyaksikan perlombaan kerapan sapi. Konon sebagian besar masyarakat Sumenep percaya, bahwa tradisi tersebut diciptakan oleh seorang penyebar agama Islam, Syeh Ahmad Baidawi.
Sebelum acara inti dimulai, arak-arakan peserta diberi kesempatan memasuki arena pertandingan. Para joki menari dengan rancak mengikuti suara saronen yang mengirinya. Pun sama halnya dengan kuda yang ditumpangi, kepalanya menunduk, lalu mengangkat kakinya secara bergiliran. Acara yang digelar di alun-alun itu berlangsung semarak.
Saat Wali Negara Madura, R.A.A Tjakraningrat dan Bupati tiba di lokasi acara, para joki dan para pemilik sapi kemudian bergegas menuju trek balapan. Tanpa buang waktu lama, pasangan sapi muda yang tak sabar menunggu itu segera dipacu oleh sang joki. Surat kabar berbahasa Belanda Nieuwe Courant 27 Juni 1949 mengabarkan, bahwa ada dua puluh pasang sapi yang mengikuti pertandingan tersebut.
Raut wajah senang para penonton terlihat dari teriakan bahagia yang berlangsung sepanjang pertandingan. Meskipun acap kali sapi – sapi yang dipacu tak terkendali.
“Sapi yang dipacu seperti binatang buas yang tak terkendali, beberapa diantaranya ada yang berbalik, dan semua ini disertai dengan sorak-sorai serta jeritan kegembiraan. Sangat jarang dialami oleh para petani yang kelihatannya terkesan pendiam” Tulis sang koresponden.
Beberapa saat kemudian para pemenang diumumkan. Sorak semarai suara penonton mengiringi Moallam, Sualwi dan Suha naik keatas pentas. Mereka masing-masing menerima hadiah dari Wali Negara Madura karena sapi kerap miliknya menjadi Juara.